Selasa, 21 Agustus 2012

Secangkir Kopi Buat Totok

Malam ini cukup terasa panas. Totok hanya berdiam sendiri di kamar kosnya. Waktu terus berputar seakan-akan jarum jam berdetik berlomba-lomba seiring dengan hembusan nafas manusia. Malam minggu alangkah enaknya jika anak muda seperti Totok dapat keluar kamar untuk sekedar menikmati udara malam dengan pujaan hati. Namun apalah daya, jangankan pujaan hati membayangkan sosok perempuan idaman saja sangat berat dilakukan oleh Totok. Selama ini ia hanya sibuk dengan laptop barunya di kamar. Berbagai macam buku-buku teori telah ia terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ia asyik dengan pekerjaannya sebagai seorang penerjemah. Banyak sekali buku-buku yang sudah ia terbitkan sehingga dapat membantu para mahasiswa dalam proses belajarnya. Rutinitas itulah yang selama ini ia tekuni. Ia sangat berambisi untuk terus menjadikan tumpukan buku di kamarnya sebagai sang pujaan hati. Suatu malam ia menatap dengan tatapan kosong layar laptop yang sedang menyala. Ia tidak tahu apa yang harus ia tulis. Totok sebagai seorang manusia biasa mulai mengalami sebuah kejenuhan luar biasa dengan buku-buku yang ada di kamarnya. Setiap hari ia selalu mendengar suara manja mahkluk bernama perempuan dari kamar sebelah. Kadang ia tergoda dengan suara perempuan itu. Kadang ia malah menikmati suara manja itu. Ya benar suara itu hanya dimiliki oleh perempuan. Kamar sebelah itulah yang membuat Totok malam itu terasa kikuk. Kamar itu dihuni oleh seorang mahasiswa baru dari Jawa Barat. Mahasiswa itu pendiam, tidak banyak omong, namun suara perempuan dari dalam kamarnya cukup mengganggu Totok pada malam itu.


Hampa. Kesepian. Butuh teman. Mungkin itu yang ia rasakan sekarang. Laptop masih menyala. Lagu-lagu Nidji masih menemani Totok di kamar. Suara perempuan itu terdengar lagi. Canda tawa dari kamar sebelah terus terdengar dari kamarnya. Mereka lagi asyik dengan hewan peliharaan yang ada di depan kamar mahasiswa baru itu. Kadang Totok memaklumi karena ia adalah mahasiswa baru yang masih senang-senangnya menikmati mabuk cinta, tapi lama-lama Totok mulai terhantui oleh suara manja itu. Seakan-akan ia adalah hantu besar yang menggoda birahinya. Selama ini tidak ada perempuan yang berani mendekatinya. Totok pun mulai tergoda. Ia biarkan perasaanya malam itu melayang-layang sendiri. Ia terus dihantui oleh suara manja itu. Canda tawa kamar sebelah malah menjadi musibah bagi Totok. Akhirnya ia berbaring di atas kasur kamarnya yang mulai menipis karena sering dipakai. Lama-lama ia mulai mengantuk. Selang beberapa saat terdengar pintu kamarnya diketuk oleh seorang perempuan. Totok bangun. Ia membuka pintu kamarnya. Ia melihat wajah perempuan yang selama ini suara manjanya itu telah menghantui kamarnya. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri paras ayu wajahnya. Rambutnya yang panjang. Kulitnya yang putih. Badan tinggi semampai. Mata sipit oriental. Dan yang pasti suara manjanya itulah yang selama ini menakuti Totok. Kenapa harus menakuti? Apakah memang karena selama ini ia tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta? Atau memang karena akhir-akhir ini Totok asyik sendiri dengan pekerjaanya di kamar. Rutinitas itulah yang ternyata menjadi akar sebab musabab kenapa ia jenuh dan bosan. Ia begitu menikmati indahnya malas dan manisnya egois. Ia jarang bertegur sapa dengan tetangga di samping kamarnya. Akhirnya malam minggu ini Totok bertemu dengan perempuan itu.


Secangkir kopi hangat diberikan perempuan manja itu kepada Totok. Dengan senyumnya yang manja dan menggoda kopi panas itu diberikan kepadanya agar Totok semangat dalam bekerjanya dan tidak ngantuk. Totok tidak dapat berkata-kata banyak. Ia masih terbuai dengan kecantikan dan manjanya perempuan itu. Ia terima secangkir kopi itu dengan ucapan terimakasih dan dengan wajah dingin. Hal itulah yang membuat perempuan itu tidak berlama-lama di depan kamar kos Totok. Ia segera kembali ke kamar cowoknya. Totok segera menutup pintu kamarnya lagi. Suasana kos jadi hening. Canda itu mulai pudar. Dan Totok hanya bisa memandangi secangkir kopi itu di kamarnya. Malam yang panas ini semakin panas dengan datangnya kopi itu. Ia tidak tahu kenapa ia tidak bisa ceria di depan perempuan yang telah berbaik hati memberinya secangkir kopi agar Totok tidak ngantuk dalam menerjemah buku-buku di kamarnya. Namun itulah yang ia rasakan malam itu. Entah Totok akan meminumnya atau hanya memandangi secangkir kopi itu. Kamar sebelah tak lagi ribut. Suasanya semakin sunyi. Totok hanya dapat merasakan secangkir kopi itu dari kejauhan namun paras ayu dan manja perempuan itu lebih panas dan manis dibandingkan dengan secangkir kopi di depannya. Perempuan itu memang bukan miliknya, namun perempuan itulah yang telah dimiliki oleh imajinasi Totok selama ini….

Ibnu qirsy

Yogyakarta, 5 Juni 2010 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar