Love Giza |
Khazanah kebudayaan Mesir dan peninggalan sejarahnya yang cukup eksotis dapat dipelajari oleh diri penulis selama belajar di sana, seperti keagungan monumen dan piramida Giza, keindahan sungai Nil, keunikan gedung kesenian Opera, kekudusan masjid-masjid dan gereja bersejarah, kemewahan perpusatakaan Alexandria, hiruk pikuk universitas Al-Azhar dan lain sebagainya.
Selain itu juga ada fenomena pasar mobil, yang selalu memadati jalan-jalan di sekitar distrik hai asyir pada hari Jum’at dan Minggu, menjadi pemandangan yang asing dan unik bagi diri penulis. Sambil menikmati berbagai macam varian kuliner yang ada di Mesir, seperti tho’miyyah bil beit, kacang ful, qusyari, jus buah, teh khas mesir yang selalu dicampuri dengan mint, maka dari sanalah penulis belajar akan kebudayaan masyarakat setempat yang memang sangat berbeda sekali dengan kebudayaan penulis. Akses yang mudah dirasakan oleh penulis dalam melakukan pengembangan literatur buku-buku dan karya tulis ilmiah berbahasa Arab khususnya yang sesuai dengan minat penulis yaitu: Linguistik Arab. Buku-buku tersebut bertebaran di seluruh pelosok kota Kairo khususnya, perpustakaan di Ismailiyyah, dan beberapa pameran buku di Alexandria.
Dengan mengikuti program beasiswa tersebut akhirnya penulis dapat melakukan penelitian mengenai bahasa jurnalisme yang ada di Mesir. Bagaimana hubungan antara bahasa dan konteks sosial masyarakat yang ada di sana. Begitu pula penulis menyadari bahwa fenomena bahasa amiyyah merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi. Terdapat bias yang cukup signifikan terhadap bahasa fusha yang selama ini penulis pelajari. Sehingga perlahan-lahan namun pasti penulis mulai belajar sedikit demi sedikit bahasa amiyyah Mesir beserta budaya mereka.
depan Tauhid wan Nur distrik Hai Ashir |
Kesan kekeluargaan yang hangat dirasakan oleh diri penulis selama penulis berada di Mesir. Baik itu kekeluargaan sebagai sesama bangsa sendiri, yaitu interaksi penulis dengan rekan-rekan mahasiswa Indonesia dan seluruh jajaran staff KBRI. Maupun kekeluargaan yang penulis rasakan selama berhubungan dengan masyarakat Mesir, khususnya rekan-rekan kuliah, para dosen, dan pembimbing asrama. Satu hal yang pasti kekeluargaan itu begitu erat dan kokoh sehingga berat hati ini ketika harus meninggalkan tanah para nabi.
Bagi diri penulis, Mesir bukan hanya negeri 1000 menara atau negeri 1000 parabola namun Mesir merupakan negeri 1000 pintu untuk memasuki khasanah keilmuan agama Islam dan Bahasa Arab. Negara Arab Saudi sendiri sebagai negeri tempat lahir agama Islam dan negeri dimana bahasa Arab tumbuh dan berkembang tidak memiliki ahli ilmu bahasa Arab khususnya Linguistik Arab seperti yang dimiliki Mesir, sebut saja tokoh seperti Tammam Hasan, Syauqi Dhaif, Naguib Mahfudz, Thaha Husain, Bintu Syathi’, mereka semuanya adalah para ahli bahasa dan sastra Arab yang berada di Mesir. Kedepannya beasiswa ini harus terus diupayakan dan diberdayakan dengan perencanaan yang tepat guna agar mutu pendidikan dan pengembangan potensi sumber daya manusia guna melahirkan insan terbaik bangsa yang memiliki pemahaman kebangsaan secara komprehensif, integritas dan kredibilitas tinggi, berkepribadian unggul, moderat, serta peduli terhadap kehidupan bangsa dan negara. Senada dengan kepribadian kampus UGM yaitu think globally and act locally, bagaimana kita bisa mewujudkan generasi bangsa yang selalu berfikiran global namun tetap santun dengan kearifan lokal yang ada. Semoga bermanfaat. Yunus Anis - 26 Januari 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar